SUMENEP- Asta Kiai Abdullah atau yang dikenal dengan Bindara Bungso berada di Desa Batu Ampar, Kecamatan Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep, sekitar 33 km ke arah barat dari Kota Sumenep, 27 km ke timur daya dari Kota Pamekasan (lihat: google Maps).
Ayahnya bernama Kiai Abdul Qidam, Larangan Luar, Larangan, Pamekasan. Sementara ibunya bernama Nyai Asri, saudari dari Kiai Rabah, Pademawu, Pamekasan.
Asta Bindara Bungso dikelilingi pagar batu bata bersusun tanpa penguat adonan semen yang tetap kokoh sampai saat ini namun mulai mengalami kerusakan di bagian atasnya. Di sebelah timur pesarean terdapat masjid bersejarah yang dikenal masyarakat sekitar dengan masjid Masegit.
Foto: sumbersari.net
Bindara Bungso merupakan penyebar agama Islam, dakwahnya disambut antusias oleh masyarakat Batu Ampar dan sekitarnya, keturunannya menjadi ulama panutan umat, adipati yang mengurus kesejahteraan rakyat.
Putranya yang bernama Bindara Saod menjadi suami Ratu Rasamana bergelar Tumenggung Tirtonegoro, melahirkan para raja sesudahnya, pesareannya berada di Asta Tinggi bersama dengan pesarean raja Sumenep lainnya.
Pesarean Bindara Saod & Ratu Rasmana Di Asta Tinggi
Putra lainnya bernama Asiruddin dipanggil dengan sebutan Kiai Bandungan, penisbatan ke Desa Bandungan di Kecamatan Pakong, sebelah utara Kabupaten Pamekasan. Kiai Asiruddin dikenal dengan Puju’ Nyorot. Pesareannya yang semula sejajar dengan pesarean ayahnya (Bindara Bungso), kijingnya berpindah dan mundur ke belakang sebagai sikap hormat. Dengan alasan tersebut beliau dipanggil Puju’ Nyorot, sebuah ajaran mulia bagi keturunannya agar rendah diri dan tidak sombong.
Puju’ Nyorot Yang Kijingnya mundur ke belakang
Dari Kiai Bandungan (Asirudin) ini lahir para ulama pelayan umat, di antara keturunannya adalah pendiri PP Nurul Muttaqin Sumber Sari (KH Maimun Abdullah).
(*)