Sumbersari.net- Kunjungan Al-Imam Al-Akbar Prof. Dr. Syekh Ahmed At-Tayyeb selama empat hari di Indonesia memberikan spirit baru dan atmosfer yang cukup positif terhadap umat Islam di Indonesia.
Kapabilitas tokoh berpengaruh di dunia tersebut tidak hanya diakui di kalangan ilmuan dan keagamaan, tapi juga di kalangan pemerintahan. Kedatangannya di Indonesia dari 8-11/7/04 disambut cukup meriah dengan upacara resmi, diterima oleh Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, Menteri Pertahanan, Ketua DPR RI. Ekseptabilitas dan pengaruhnya sebagai seorang ulama diterima luas oleh semua kalangan.
Tidak berlebihan apabila seorang pujangga terkenal dalam gubahan syairnya, Ahmad Syauqi menggambarkan kedudukan dan posisi mulia para ulama Al-Azhar:
كَانوا أَجَلَّ مِنَ المُلوكِ جَلَالةً
وَأَعَزَّ سُلطَانًا وَأَفخَمَ مَظهَرا
“Mereka lebih agung dari pada para pemimpin negara, pengaruhnya lebih tinggi dan kewibawaannya lebih tampak.”
Catatan dari lawatan Grand Syekh Al-Azhar ini akan membatasi ulasan seputar kunjungannya pada: 1. Kuliah Umum di UIN Cipupat; 2. Forum Lintas Agama Dan Peradaban, inisiasi PBNU; 3. Dialog dengan jajaran PP Muhammadiyah; 4. Kunjungan di Pesantren Darunnajah Jakarta; 5. Acara “Membasuh Luka Palestina” di BAZNAZ; 6. Catatan kecil seputar kunjungan.
Penyakit Kronis Umat Islam
Dalam orasi ilmiahnya pada Kuliah Umum di Auditorium Harun Nasution UIN Jakarta yang disaksikan oleh para akademisi dan para pelajar, Grand Syekh menyinggung tentang penyakit lama umat Islam. Beliau menyampaikan dengan lugas:
دَاءُ هَذِهِ الأُمَّةِ هُوَ الفُرقَةُ وَالإختِلَافُ والتَّنَازُعُ الدَّاخِلِيُّ
“Penyakit akut umat ini (Islam) adalah perpecahan, perselisihan, konflik internal.”
Menurut Grand Syekh, hal tersebut yang membuat lemah umat Islam dan dimanfaatkan betul kaum penjajah selama dua abad berlangsung untuk melemahkan umat Islam, penyakit tersebut kembali disusupkan oleh penjajah Barat di abad ke 21 ini.
Gus Baha’ bersama Grand Syekh
Dari ketiga faktor kelemahan di atas dapat kita urai dan kita jabarkan sebagai berikut:
1. Perpecahan (Al Furqah)
Perpecahan akan membuat umat Islam bercerai berai, lemah dan terbelakang dalam jurang kemunduran. Persatuan akan menguatkan dan mengokohkan satu sama lain. Ibarat jaring laba-laba, ia akan menjadi benang sutra yang mahal apabila dikumpulkan dan disatukan, sebaliknya satu jaring laba-laba akan menjadi jaring kusut yang tidak akan bermanfaat apa-apa.
Panglima pertama Indonesia, Jinderal Sudirman pernah berkata, “Mau menang harus kuat, mau kuat harus bersatu, mau bersatu hidupkan budaya bersilaturahmi”
2. Pertentangan (Al Ikhtilaf)
Perbedaan sejatinya adalah rahmat, di mana satu sama lainnya saling melengkapi. Sebagai makhluk yang heterogen kita harus bisa menghargai sebuah perbedaan, apalagi hanya seputar khilafiyah. Pertentangan tidak harus saling menghujat, mencaci dan mencela. Perbedaan dan pertentangan apabila tidak disikapi dengan baik maka akan menjadi benih-benih perpecahan.
3. Konflik Internal (Attanazu’ Addakhili)
Jika konflik ummat Islam bersumber dari ekstarnal (luar) maka dapat dideteksi semenjak dini, dipecahkan bersama-sama secara berjamaah. Tantangan menjadi rumit apabila bersumber dan bersarang di dalam tubuh umat Islam sendiri. Maka celah untuk merusak umat Islam tanpa senjata adalah dengan menyerang dari dalam.
Prof. Dr. Qurais Syihab, Mantan Duta Besar Indonesia untuk Mesir yang juga alumni Al-Azhar mendampingi Grand Syekh
Di saat orang-orang luar selangkah lebih maju dengan kemajuan teknologi, umat Islam di Indonesia masih lelap mengigau, sibuk bertengkar seputar nasab Baalawi dan Salafi. Bukankah ini suatu konflik internal yang melemahkan umat?
Atas pembahasan khilafiyah yang usang dan sudah ketinggalan kereta, Grand Syekh menyampaikan dengan pertanyaan:
وَهَل يشغَلُ ذِهنَهُ البحثُ في وَاقِعِ أُمَّتِهِ مِثلَ مَا يَشغَلُهُ البَحثُ في قَضَايَا خِلَا فِيَّةٍ تَافِهةٍ وَلّی زَمَانُهَا؟
*Khadimul Ma’had Sumber Sari.