Fidyah Puasa

Pembayaran Fidyah Puasa

 أمّا الفديةُ: فالكلامُ في وجوبها الوجوبُ، لقولهِ تعالی: وَعَلَی الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِديَةٌ طَعَامُ مِسكِينٍ. البقرة ١٨٤، والفدية…… مدٌّ من الطعامِ من غالبِ قُوتِ البلدِ عن كلِّ يومٍ عند الجمهورِ، بقدرِ ما فاتهُ من الأيامِ

Kewajiban fidyah berdasarkan firman Allah Swt, “Dan atas orang-orang yang berat menjalankannya (membayar) fidyah (memberi) makan orang-orang miskin.” QS Al Baqarah: 184.

Adapun besarannya menurut Jumhur Ulama ialah 1 mud dari makanan pokok suatu Negara dari setiap harinya (keterangan sebelumnya: 675 gram/ 6,75 ons).

Sebab-Sebab Pembayaran Fidyah

1. الشيخ الكبير والعجوز

Lelaki atau perempuan tua renta, sekiranya dipaksakan berpuasa akan membahayakan dirinya (مشقة). Keduanya boleh berbuka dan memberi makan orang miskin, dengan membayar fidyah 1 mud setiap harinya.

2. المريض الذي لا يرجی برؤه

Orang sakit yang tidak ada harapan sembuh wajib membayar fidyah dari puasa yang ditinggalkan karena tidak ada kewajiban puasa baginya (Jika ada harapan sembuh maka tidak harus membayar fidyah namun harus mengqada’nya).

3. الحامل والمرضع

Orang mengandung dan menyusui jika dihawatirkan membahayakan kedua anaknya, keduanya boleh berbuka, membayar fidyah dan mengqada’. Jika membahayakan terhadap diri keduanya maka boleh berbuka dan mengqada’ dan tidak harus membayar fidyah.

4. من فرط في قضاء رمضان فأخره حتی جاء رمضان أخر

Orng yang lalai dalam mengqada’ puasa Ramadhan, mengakhirkannya sampai datang bulan Ramadhan sesudahnya maka wajib membayar fidyah dan mengqada’.

مراجع: الفقه الإسلامي وأدلته، ج ٢، ص ٦٠٤-٦٠٦

Sementara orang yang meninggal dan punya tanggungan puasa bisa dilihat di postingan sebelumnya.

Foto: Masjid Sultan Salahuddin Abdul Aziz, Selangor, Malaysia.

Kaffarat Berbuka Puasa

Tebusan Atau Denda Bagi Yang Membatalkan Puasa

– Orang yang berbuka puasa di siang Ramadhan dengan makan atau minum disebabkan sakit atau perjalanan maka baginya mengqada’ (mengganti) puasa dari hari-hari yang dibatalkan

– Orang yang berbuka puasa di siang Ramadhan dengan disengaja (selain jima’) maka baginya mengganti puasa dari hari-hari yang dibatalkan, bertaubat dan beristighfar

– Orang yang berbuka dengan berjima’ maka ia harus mengqada’ puasa yang dibatalkan dan baginya kaffaratul ‘udzma (tebusan besar):

1. Memerdekakan budak sahaya yang mukminah;

2. Jika tidak mampu, berpuasa 2 bulan terus menerus, jika batal di suatu hari maka harus mengulang dari awal;

3. Jika tidak mampu, memberi makan 60 orang miskin, setiap 1 orang miskin 1 mud (ket. sebelumnya: 675 gram/ 6,75 ons).

– Kaffaratul ‘udzma hanya berlaku bagi lelaki yang berjima’ sementara perempuan yang disenggama cukup mengqada’ puasanya.

Kaffaratul ‘udzma tidak berlaku apabila didahului makan, minum atau sesuatu yang membatalkan sebelumnya.

إمتاع النجيب، الشيخ هشام كامل، ١٧٧ ١٧٨

الكفارةُ علی الرجلِ فقط لأنّ الكفارةَ حقٌّ ماليّ يختص بالجماعِ فاختص به الرجل دون المرأة، أما المرأةُ فعليها القضاءُ

ألا يتعاطی مفطرًا أخر كالأكلِ والشربِ ونحوهِ قبل الجماعِ، فلا كفارةَ عليه حيث لم يفطر بالجماع

Foto: Masjid Hasan II, Casablanca, Maroko

Wajibkah Kuda Dizakati?

 

Pertanyaan

Kenapa kuda tidak wajib dizakati? Apa alasannya dalam perspektif pandangan agama? (Roni M, Panaguan)

Jawaban

Seperti yang sudah diketahui bersama bahwa zakat hewan ternak ada tiga macam.

1. Unta

2. Sapi (Kerbau)

3. Kambing

Selain tiga hewan di atas maka tidak wajib dizakati seperti kuda, keledai, bagal (peranakan kuda dan keledai). Nabi Muhamad saw bersabda, “Tidak ada dalam budak dan kuda shadaqah.”

Ketidak wajiban di atas karena fungsi kuda itu sendiri untuk zinah (perhiasan), isti’mal dipergunakan (transportasi) bukan untuk diperkembangkan.

Akan tetapi kuda, bagal, keledai bisa wajib zakat apabila diperdagangkan. Dengan artian kewajiban zakat bukan karena hewannya tetapi karena status diperdagangkan.

المهذب، الجزء الاول، ص ١٤١

فَصلٌ وَلَا تَجِبُ فِيمَا سِوَی ذٰلِكَ مِنَ المَوَاشِي كَالخَيلِ وَالبِغَالِ وَالحَميرِ لِمَا رَوَی أَبُو هُرَيرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صلی الله عليه وسلَّم قَالَ: لَيسَ عَلَی المُسلِمِ فِي عَبدِهِ وَلَا فَرَسِهِ صَدَقَةٌ، وَلِأَنَّ هَذَا يقتنی للزِّينَةِ وَالإستِعمَالِ لَا لِلنَّمَاءِ

الفقه الإسلامي وأدلته، الجزء الثاني، ص ٧٥٨

لَا شَيئَ مِنَ الزَّكَاةِ فِي البِغالِ إجمَاعًا إلا أن تَكُونَ لِلتِّجَارَةِ، لِأنَّهَا تَصِيرُ مِنَ العُرُوضِ التِّجَارِيَّةِ. وَتَجِبُ الزَّكَاةُ أيضًا فِي الخَيلِ إن كَانَت لِلتِّجَارَةِ بِلَا خِلَافٍ

Batalkah Makan Atau Minum Pada Waktu Puasa Karena Lupa?

 

Pertanyaan

Bagaimana hukum makan atau minum pada waktu puasa dikarenakan lupa? Batalkah? (Abdullah Umar٫ Panaguan)

Jawaban

Seseorang yang lupa makan dan minum pada waktu puasa tidak membatalkan puasanya. Ketika ingat ia secepatnya harus mengeluarkan sisa yang ada di mulut, kemudian menyempurnakan puasanya dan tidak harus mengqada’, sesungguhnya yang demikian Allah memberinya makan dan minum.

Namun bagaimana jika yang dimakan banyak, apakah membatalkan? Ulama Syafiiyah berbeda pendapat.

Pertama: puasanya tidak batal jika memang lupa walaupun banyak karena umumnya hadist yang diriwayatkan shahihain.

Kedua: puasanya batal. Lupa makan dengan porsi banyak sesuatu yang jarang dan langka. Difinisi banyak di sini adalah tiga suapan ke atas.

المهذّب، ١، ص: ١٨٣

فصلٌ) وَإن فَعَلَ ذٰلِكَ كُلَّهُ ناسِيًا لَمْ يَبطُلْ صَومُهُ لِمَا رَوَی أبو هريرةَ أنَّ النَبِيَّ صلَّی اللهُ عليه وسلّمَ قَالَ: مَن أكَلَ نَاسِيًا أو شَرِبَ نَاسِيًا فَلَا يُفطِرُ فَإنَّمَا هُوَ رِزقٌ رَزَقَهُ اللهُ تَعَالی، فنص علی الأكلِ والشُربِ وَقِسنا عليهِما كُلَّ ما يبطُلُ الصومَ مِنَ الجماعِ وغيرِه

مغني المحتاج، ١, ص ٥٧٥

وَإن أكَلَ ناسِيًا لَم يُفطِر لِخَبَرِ الصَّحيحينِ: مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَاۡئِمٌ فَأَكَلَ أو شَرِبَ فَليُتِمَّ صَومَهُ فَإنَّمَا أطعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ. وَفي صحيحِ ابنِ حِبّانَ وغيرِه: وَلَا قَضَاءَ عَليهِ ولَا كَفَّارَةَ. (إلَّا أن يَكثُرَ فيُفطِرُ في الأصحِّ لِأنَّ النِسيانَ مَعَ الكَثرَةِ نَادِرٌ، وَلِهٰذا بَطَلَتِ الصّلَاةُ بِكَثيرِ الكَلَامِ ناسيًا دُونَ قليلِهِ. والكَثيرُ كما في الأنوارِ ثَلَاثُ لُقَمٍ. قُلتُ: الأصحُّ المنصوصُ وقَطَعَ بِهِ الجُمهورُ لَا يُفطِرُ، واللهُ أعلمُ لِعمومِ الخبرِ المَارِّ

حاشية الباجوري، ١, ص ٢٨٩

قولُه فإن أكَلَ ناسيًا أي  أو شَرِبَ كذٰلِكَ وقولُه لَم يُفطِر أي وَإن كَثُرَ لِخبرِ الصحيحين

Tempat Tinggal Perempuan Yang Ditalak

Pertanyaan

Dalam suatu kasus, pasangan suami istri membangun mahligai rumah tangga dengan baik, dalam perjalanannya karena suatu hal keduanya harus mengakhiri hubungan dengan talak tiga (bain). Pertanyaannya, di mana perempuan tersebut melaksanakan iddah, apakah di rumah orang tua atau di tempat suami mengingat sudah tidak ada hubungan? (Samsuri & Hasin, Panaguan)

Jawaban

Tempat pelaksanaan iddah yaitu di tempat terjadinya talak atau di tempat suami, bukan di tempat orang tua sampai selesainya iddah, baik talak merupakan talak raj’i yang bisa dirujuk, cerai mati, atau talak bain yang tidak bisa kembali. Bahkan jika perempuan tersebut hamil maka ia berhak mendapatkan nafkah.

Namun demikian harus ada penutup antara tempat lelaki dengan perempuan yang ditalak bain dan haram melihat dan bersama keduanya karena statusnya adalah ajnabiyah.

Adapun kebiasaan yang terjadi di mana perempuan yang ditalak keluar dari rumah pasangan suami istri disebutkan dalam kitab Fiqhul Islami sebagai kebiasaan yang bertentangan dengan nash.

مغني المحتاج، ج ٣، ص ٤٩٠

في سُكنی المعتدَّةِ ومُلازمتِها مَسكنَ فِراقِها (تجبُ سُكنی لمعتدةِ طلاقٍ) حائلٍ او حاملٍ (ولو بائنٌ) أي ولو وهي بائنٌ ويَستَمِرُّ سُكناها إلی انقضاءِ عِدتِها لقوله تعالی (أَسْكِنُوهُنَّ مِن حَيثُ سَكَنتُمْ) الطلاق :٦ وقولِه تعالی (لَا تُخْرِجُوْهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّ) الطلاق :١ أي بيوتِ أزواجِهِنَّ

الفقه الإسلامي وأدلته، ج ٧، ص ٦٢٢

ولَا عِبرةَ بِالعُرفِ القائمِ الآنَ مِن خُروجِ المُطَلَّقَةِ مِن بيتِ الزوجيةِ فهو عُرفٌ مُصادِمٌ للنصِّ القرأنِ السابقِ: لَا تُخرِجُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّ

التقريب، ٥٠

وَيَجِبُ لِلمُعتدةِ الرجعيةِ السُكنٰی والنفقةُ ويجبُ لِلبائنِ السكنٰی دُونَ النفقةِ إلا أن تكونَ حامِلا

فتح المعين، ١١٧

وتجبُ علی المُعتدَّةِ بالوفاةِ وبِطلاقٍ بائنٍ أو فسخٍ مُلازمةُ مَسكَنٍ كانت فيه عند الموتِ أو الفرقةِ

Hukum Sholat Jenazah Tanpa Wudhu

Pertanyaan

Bagaimana hukum melaksanakan shalat jenazah dalam keadaan hadats tanpa whudu? Apakah boleh? (Roni Masrin, Panaguan)

Jawaban

Tidak boleh karena shalat jenazah sama seperti shalat lainnya yang mengharuskan syarat menutupi aurat, suci, menghadap kiblat. Seperti yang diriwayatkan Imam Malik dari Nafi’ bahwa Abdullah Ibnu Umar berkata, “Hendaklah seorang lelaki tidak shalat jenazah kecuali dalam keadaan suci.”

Hanya ada segelintir kecil (qil) yang tidak mensyaratkan karena maksud shalat jenazah adalah do’a dan tidak disyaratkan suci dalam do’a seperti As Sya’bi dan Ibnu Jarir.

مغني المحتاج، جزء ١، ٤٦٨

وَيُشتَرَطُ فِي صَلَاةِ الجَنَازَةِ شُرُوطُ غَيرِهَا مِنَ الصَّلَاةِ كَسَتْرٍ وَطَهَارَةٍ وَاستِقبَالٍ لِتَسمِيَّتِها صَلَاةً فَهِيَ كَغَيرِهَا فِي الصَّلَوَاتِ

الشرقاوي علی التحرير، جزء ١، ٣٤٣

وَاعْلَم أَنَّهُ يُشْتَرَطُ لِصِحَّةِ الصَّلَاةِ عَلَی المَيِّتِ الطُّهْرُ والسَّتْرُ وغيرُهُمَا مِن شُرُوطِ بَقِيَّةِ الصَّلَوَاتِ مَا عَدَا الوَقْتَ، وَقِيلَ لَا يُشتَرَطُ لَهَا طُهْرٌ لِأَنَّ المَقصُودَ مِنهَا الدُّعَاءُ وَهُوَ مَذْهَبُ الشَّعبِي وابنُ جَريرٍ

فِقه السنة، ٣٤٥

فَيُشتَرَطُ فِيهَا الشُّروطُ التِي تُفرَضُ في سَائِرِ الصَّلَوَاتِ المَكْتُوبَةِ مِنَ الطَّهَارَةِ الحَقِيقَةِ والطَّهَارَةِ من الحَدَثِ الأكبَرِ وَ الأصغَرِ واستِقبَالِ القِبلَةِ وَسَترِ العَورَةِ، رَوَی مالكٌ عن نافعٍ أَنَّ عبدَ اللهِ ابنَ عمرَ كَانَ يَقُولُ: لَا يُصَلِّي الرَّجُلُ عَلَی الجَنَازَةِ إِلَّا وَهُوَ طَاهِرٌ

Hukum Perkawinan Anak Tiri Vs Anak Tiri

Pertanyaan

(A) seorang lelaki duda (mempunya anak lelaki) kawin dengan (B) perempuan janda (mempunyai anak perempuan). Bagaimana jika di suatu waktu anak tiri menikah dengan anak tiri? Apakah boleh? (Fauzan, Tattangoh)

Jawaban

Boleh karena tidak punya ikatan nasab, susuan dan pernikahan.  Baik orang tua sudah talak atau tidak.

 

الاقناع، ج ٢ ص: ١٣١

ولا تحرُم بنتُ زوجِ الامِ ولا أُمُّه

Tidak haram dinikahi

1. Anak perempuan suami ibu (saudara tiri)

2. Ibunya suami ibu (nenek tiri)

ولا بنتُ زوجِ البنتِ ولا أمُّه

3. Anak perempuannya suami anak perempuan (cucu tiri)

4. Ibunya suami anak perempuan (besan)

ولا أُمُّ زوجةِ الابِ ولا بنتُها

5. Ibunya istri babak (nenek tiri)

6. Anak perempuannya istri ayah (saudara tiri)

ولا أمُّ زوجةِ الابنِ ولا بنتُها

7. Ibunya istri anak lelaki (besan)

8. Anak perempuannya istri anak lelaki (cucu tiri)

ِّولا زوجةُ الرَّبيبِ ولا زوجةُ الرَاب

9. Istri anak tiri (menantu tiri)

10. Istri bapak tiri

مغني المحتاج، ج ٣ ص: ٢١٧

وعُلِمَ من كلامه عدم تحريم بنت زوج الأم او البنت او أمّه وعدم تحريم أم زوجة الاب او الإبن او بنتها او زوجة الربيب او الرابّ لخروجهن عن المذكورات

(*)

Qaul Qadim dan Qaul Jadid

Pertanyaan

Pendapat Imam Syafii ada pendapat yang lama (qaul qadim, Iraq) ada pendapat yang baru (qaul jadid, Mesir). Bagaimana jika pendapat yang lama dijadikan pedoman? Apakah ada pengecualian-pengecualian? (Ikhwan, Pamekasan)

Jawaban

Qaul qadim Imam Syafii sejatinya tidak bisa dijadikan rujukan dan pedoman hukum karena pendapat yang baru sesudahnya otomatis me-nasikh  atau merevisi pendapat sebelumnya. Walaupun dalam beberapa produk hukum, qaul qadim dianggap lebih kuat. Ada 18 permasalahan hukum di mana para ulama menegacu pada qaul qadim dan dianggap lebih unggul.

1. Tidak wajib menghindarkan najis dari air yang lebih  dua qallah

2. Tidak najisnya air yang mengalir kecuali airnya berubah rasa, bau, dan warna

3. Tidak batalnya wudhu dengan menyentuh mahram

4. Haram memakan kulit yang sudah disamak

5. Dianjurkan membaca tastwib (asshalatu khairun minan naum) pada adzan subuh

6. Waktu shalat maghrib sampai terbenamnya mega yang merah

7. Sunah menyegerakan shalat  isya’ di awal waktu

8. Tidak sunah membaca surah pada 2 rakaat terakhir

9. Sunah membaca aamin dengan keras bagi makmum pada shalat jahriyah

10. Sunah membuat garis (tongkat, sajadah, dll) sebagai penanda shalat di depannya

11. Boleh berniat makmum bagi orang yang shalat sendirian di tengah-tengah shalat

12. Dimakruhkan memotong kuku mayit

13. Tidak diharuskan haul (setahun) dalam harta rikaz (harta peninggalan jahiliyah)

14. Boleh menqqadha puasa dari hutang puasa keluarga yang meninggal dunia bagi walinya

15. Boleh mensyaratkan tahallul (memotong rambut) dari ihram orang yang sakit

16. Boleh memaksa syarik (kongsi) untuk membangun barang yang rusak

17 Mahar yang rusak atau hilang harus diganti

18. Wajib had  disebabkan menyetubuhi budak perempuan yang sedang ihram

بغية المسترشدين، ص:٨

وَأما السَّائلُ التي عَدُّوها وجَعَلوها مِما يُفتي به علی القَديمِ فسبَبُها  أنَّ جماعةً مِن المُجتَهدين في مَذهَبِه لاحَ لهم في بعضِ السائِلِ أن القديمَ أظهرُ دليلاً فأفتُوا به، غيرَ ناسِبي ذٰلِك إلی الشافعيِّ كا لقولِ المُخرَج، فمن بَلَغَ رُتبةَ التَرجيحِ ولاحَ له الدليلُ أفتَی به وإلا فَلَا وَجهَ لِعلمه، وَفَتواهُ أنَّ المَسائلَ التي عَدُّوهاأكثرَها فيه قولٌ جديدٌ، فتَكونُ الفَتوٰی به وهي ثمانيةَ عشرَ مسألةً،

١ٜ عدمُ وُجوبِ التباعُد عن النجاسةِ في الماءِ الكثيرِ بقَدرِ قُلتين

٢. وعدمُ تنجُّس الماءِ الجاري إلا بالتغيُّر

٣. وعدمُ النقضِ بِلَمسِ المَحرَم

٤. وتَحريمُ أَكلِ الجِلدِ المَدبوغِ

٥. والتَثويبُ في أٰذانِ الصُبحِ

 ٦. وَامتِدادُ وقتِ المغربِ الی مَغيبِ الشَّفَقِ

٧. وَاستِحبابُ تَعجيلِ العِشاءِ

٨. وعدمُ نَدبِ قِراءةِ السُّورَة في الأخيرتَين

٩. والجهرُ بالتأمينِ للمأمومِ في الجَهرية

١٠ ونَدبُ الخَطِّ عِند عدمِ الشاخِصِ

١١ وجوازُ اقتِداءِ المُنفرِدِ في أثناءِ صلاتِه

١٢ وكَراهَةُ تقليمِ أظافِرِ الميّتِ

١٣ وعدمُ إعتِبارِ الحَولِ في الرّكازِ

١٤ وصيامُ الولِيِّ عن المَيِّتِ الذي عليه صَومٌ

١٥ وجوازُ اشتِراطِ التَحَلُّلِ بالمَرَضِ

١٦ وإجبَارُ الشَّريكِ علی العِمارةِ

١٧ وجعلُ الصَّداقِ في يَدِ الزوجِ مَضمونا

١٨ وَوُجوبِ الحَدِّ بِوَطءِ المَملوكَةِ المُحرِمِ

Tanggungan Puasa Orang Yang meninggal Dunia

Pertanyaan

Bagaimana hukum orang yang meninggal dunia dan punya tanggungan puasa Ramadhan sebelum diqada? (P Sujak Pamekasan)

Jawaban

1. Jika orang yang meninggal dunia dan punya tanggungan puasa ramadhan tidak puasa disebabkan ada uzur semisal sakit dan belum sempat mengqada karena sakitnya berlanjut sampai meninggal maka tidak perlu membayar fidyah (makanan) dan tidak berdosa.

2. Jika tidak puasanya tanpa ada uzur dan meninggal sebelum mengqada, atau ada uzur tapi tidak sempat mengqada padahal memungkinkan baginya untuk qada, maka wajib bagi walinya (ahli waris) menggantinya dengan memberi makan dari harta peninggalannya, setiap satu hari 1 mud (679,79 gram). Hal tersebut menurut qaul jadid, adapun menurut qaul qadim boleh bagi walinya menggantinya dengan membayar fidyah atau menggantikannya dengan berpuasa. Dalam hal ini menurut  Imam Nawawi qaul qadim yang lebih azhar.

نهاية الزين، ص ١٩٨

ومن مات وعليه صيامُ رمضانَ أو نذرٍ أو كفارةٍ قبل إمكانِ فعلِه بأن استمرَّ مرضُه الذي لا يُرجی بُرُؤه أو سفُره المباحُ إلی موته فلا تُدارِك للفائت ولا بالقضاء ولا إثمَ عليه لعدَمِ تقصيرِه، فإن تعَدَّی بالإفطارِ ثم مَاتَ قبل التمكُّن وبعدَه أو أفطَرَ بعذر ومات بعد التمكن أطعَمَ عنه وليُّه من تركته لكل يوم فانه مد طعام من غالب قوت البلد

كفاية الأخيار، جزء ١، ص ٢١٢

من فاته صيامٌ من رمضان ومات نُظِرَ إن مات قبل تمكُّنِه من القضاء بأن مات وعُذرُه قائمٌ كاستِمرارِ المرضِ فلا قضاءَ ولا فديةَ ولا إثمَ عليه، وإن مات بعد التمكنِ وجب تدارُكُ مافاتَه، وفي كيفية التدارك قولان: الجديدُ ونَصَّ عليه الشافعيُّ في أكثر كُتُبِه القديمةِ أنه يُخرَخُ من تركته لكل يوم مد طعام…. قال الشافعيُّ في القديم يَجِبُ أن يُصام عنه وأنه لا يتعين الإطعامُ بل يجوز للولي أن يصومَ عنه بل ُيُستَحَبُّ له ذلك كما نَقَله النوويُّ في شرح مسلمٍ قال النوويُّ القديم هنا أظهرُ

Usia Pernikahan

Pertanyaan

Bagaimana hukum pernikahan dini (belum baligh) dalam perspektif agama? Dan sejauh mana pandangan para ulama tentang usia baligh? (AW, Panaguan)

Jawaban

Baligh bukan salah satu syarat sahnya perkawinan sejauh dijalankan dengan ketentuan yang berlaku. Pernikahan dini memiliki aturan yang sangat selektif dan tidak sembarangan, yaitu harus dilakukan oleh wali mujbir dalam hal ini ayah dan kakek (tidak boleh yang lainnya seperti kerabat dekat), juga dilakukan dengan tujuan kemaslahatan di dalamnya.

Usia baligh dalam pernikahan menunjukkan sempurnanya akal, kekuatan nalar dan kesiapan dorongan mental. Ulama berbeda pendapat tentang usia baligh di luar tanda-tanda lainnya semisal keluar mani dan haid.  Menurut pendapat Syafiiyah dan Hanabilah usia baligh adalah 15 tahun. Adapun menurut Malikiyah, usia baligh sempurnanya umur 18 tahun dan memasuki umur 19 tahun. Berbeda dengan Abu Hanifah yang membedakan umur baligh laki-laki 18 tahun dan perempuan 17 tahun.

الفقه الاسلامي، جزء ٧، ص: ١٨٥ ١٨٦

وَقَالَ الشَّافِعِيةُ لَيسَ لِغَيرِ الاَبِ وَالجَدِّ تَزويجُ الصغيرِ والصغيرةِ، لخبر الدار قطني: الثَيِّبُ احقُّ بنفسِها، والبِكرُ يُزَوِّجُها ابُوها…… وَكَذٰلِكَ اِشتَرَطَ الشَّافِعِيةُ فَي تَزوُيجِ الصغِيرِ وُجُودَ المَصلَحَةِ

الشرقاوي، جزء ٢، ٢٢٤

وَأَنَّ غَيرَ الابِ لايُزَوِّجُ صغيرةً بحالٍ لانه إنما يُزَوِّجُ بالإذنِ ولا إذنَ للصغيرةِ…… أوالجد عِندَ فقدِ الابِ

الفقه علی المذاهب الاربعة، جزء ٢، ٢٧١

وَقَالَ أبُو حنيفةَ إنما يَبلُغانِ بالسِّنِّ إذا اَتَمَّ الذَّكَرُ ثَمَانِيَ عَشرةَ سنةً، والاُنثیَ سبعَ عشرةَ سنةً…….. المالكية: وَهُوَ أَن يَتِمَّ ثمانيَ عشرةَ سنةً……الشافعية: يُعرَفُ بلوغُ الذكرِ والانثی بتمامِ خمسَ عشرةَ سنةً بالتحديدِ…… الحنابلة: بُلوغُ سنِّهِماخمسَ عشرةَ سنة كاملة

(*)