Hubungan batin antara orang wali dan muridnya sesudah meniggal dunia tetap terjalin baik bahkan lebih erat dari pada masa hidupnya sehingga tetap mengalir keberkahannya. Syech Ihsan Muhamad Dahlan Al-Jampasi mengutip dalam kitabnya, Sirajuttholibin:
“Salah satu yang menerangkan tentang hal tersebut adalah qutbul irsyad, Sayyidi Abdullah Bin Alawi Al Haddad, sesunggunya beliau berkata: perhatian seorang wali terhadap keluarga dan orang-orang yang bersandar (terikat) kepadanya sesudah meninggal lebih tinggi perhatiannya dari pada saat hidup, hal demikian karena pada waktu hidup ia disibukkan dengan kewajiban perintah (taklif), sementara pada waktu meninggal, kelelahan (dalam menjalankan kewajiban) tersebut telah gugur darinya. Wali yang hidup mempunyai sisi keistimewaan dan sisi kemanusiaan, kedua sisi tersebut saling mengalahkan satu dengan yang lainnya, lebih-lebih di zaman ini di mana kemanusiaannya lebih unggul (dari pada keistimewaannya), adapun saat wali tersebut telah meniggal maka tidak ada yang lebih unggul kecuali keistimewaannya.”
سراج الطالبين، الشيخ إحسان محمد دحلان الجمفسي الكديري، الجزء الاول: ٤٦٦
ومِمن صَرحَ بذلك قُطبُ الإرشادِ سيّدي عبدُ اللهِ بن علوي الحدّاد فإنه قَالَ رضيَ اللهُ عنه: الوليُّ يكونُ إعتناؤُه بقرابتِه واللائذِين به بعد موتِه أكثرَ من إعتنائِه بهم في حياتِه لأنه في حياتِه كانَ مشغولًا بالتكليفِ وبعد موتِه طُرحَ عنه الأعباءُ، والحيُّ فيه خصوصيةٌ وبشريةٌ وربما غلبتْ إحداهُما الأخرَی وخصوصًا في هذا الزمانِ فإنها تغلِبُ البشريةُ والميتُ ما فيهِ إلا الخصوصيةُ فقط
Syech Ihsan Muhamad Dahlan Al-Jampasi Al-Kadiri merupakan ulama Nusantara yang alim dan ahli tashowwuf, hidup pada kurun waktu sekitar 1319-1371 H. Selain mengarang kitab Sirajutholibin (2 jilid) syarah dari kitab Minhajul ‘Abidin karya Imam Ghazali, ia juga menyusun kitab Manahijul Imdad syarah dari kitab Irsyadul Ibad karya Syech Zainuddin Al-Malibari.
Lokasi Maqbaroh Syech Ihsan, Jampes, Kediri
Syech Ihsan Al-Jampasi dalam mengutip pernyataan Imam Abdullah Alawi Al-Haddad Baalawi, ia menyebutnya dengan qutbul Irsyad (pemimpin penuntun, wali qutub), begitu juga denga sayyidi (pemimpinku) sebagai bukti konkrit akan pengakuan dan rasa hormatnya.
Ulama-ulama nusantara dari kurun masa 13 hijriyah, dimulai dari Syech Nawawi Al-Bantani, wafat 1314 H (lihat postingan sebelumnya), sampai pada muridnya Syaikhona Muhamad Kholil, wafat 1345 H, sampai pada muridnya, Syech Ihsan Jampes, wafat 1371 H, mereka semua sangat mengagumi dan begitu hormat pada saadah Baalawi. Kemudian pada pertengahan masa 14 ijriyah ini ada yang ingin menentang dan menafikan nasabnya, menyebut atasannya sebagai tokoh fiktif? Wal’iyadzu Billah.
sumbersari.net