Oleh: Khoirul Anam
(Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Ushuluddin, Universitas Al Azhar, Alumni PP Sumber Sari)
Orang-orang Yahudi mengklaim bahwa mereka memiliki hak historis atas Yerusalem dan Palestina, dan berdasarkan dugaan hak tersebut, mereka mempunyai hak untuk berimigrasi ke Palestina dari seluruh dunia dan mendirikan Negara Yahudi. Mereka tidak menganggap dirinya sebagai orang asing yang berpindah dan berimigrasi dari suatu tempat, tetapi justru merekalah yang menjadi pemilik tanah dan penduduk sah yang kembali ke tanah airnya di Palestina.
Propaganda Zionis berhasil memutarbalikkan fakta sejarah di sebagian banyak kalangan penduduk di Eropa dan Amerika, terutama yang berkaitan dengan dugaan hak historis kaum Yahudi atas Palestina, propaganda palsu tersebut telah menetap di benak dunia Barat, sehingga klaim sejarah memiliki peran penting dalam membangun Negara Israel, misalnya, pada tahun 1917 M, Kementerian Inggris mengambil alih kekuasaan atas Palestina. Dugaan hak sejarah sebagai dalih untuk mengeluarkan Deklarasi Balfour, begitu juga Perserikatan Bangsa-Bangsa mengandalkan hal tersebut pada tanggal 2 Juli 1922 M dalam menyetujui dokumen mandat Inggris untuk Palestina yang dikenal dengan instrumen Mandat. Ketika mendeklarasikan berdirinya Negara Israel, mereka menyatakan: Tanah Israel adalah tempat kelahiran orang-orang Yahudi, identitas spiritual, agama dan nasional, dan di sini mereka mencapai kemerdekaan, menciptakan budaya yang memiliki dampak nasional dan global.
Masjid Kubah Shakhrah, Yerusalem
Setelah diasingkan dari Tanah Israel, orang-orang Yahudi tetap setia pada bumi yang diklaim, di semua Negara tempat mereka berada dan tersebar, mereka tidak pernah berhenti berdo’a dan berharap untuk kembali ke Negara tersebut. Untuk menanamkan rasa nasionslis dan kemerdekaan Negara asalnya mereka dimotivasi dengan hubungan klaim sejarah di atas. Dengan dugaan hak historis tidak mendasar ini, Israel memberlakukan Hukum Kepulangan, yang memungkinkan setiap orang Yahudi di dunia untuk kembali ke tanah airnya, berkontribusi lebih besar membangun Negara Yahudi.
Klaim sejarah ini menjadi landasan dukungan Negara-Negara Barat terhadap Zionisme, sampai-sampai umat Katolik – yang merupakan kelompok Kristen yang paling memusuhi orang Yahudi – terhanyut oleh propaganda Zionis, yang dimonopoli oleh klaim hak sejarah orang-orang Yahudi, dan membahas masalah orang-orang Yahudi di tingkat tertinggi mereka di Vatikan, Mereka mencoba mengubah posisi baru mereka terhadap Israil. Di sisi lain orang-orang Yahudi melakukan upaya mati-matian untuk memberikan bukti hak historis orang-orang Yahudi atas Palestina.
Peta Palestina dari masa ke masa yang terus menyusut
Sejarawan Yahudi dan Eropa lainnya menulis banyak buku mengenai hal ini. Shlomo Sand menggambarkan penelitian ini dengan mengatakan: Tujuan terpenting di balik makalah ini adalah untuk meyakinkan bahwa tanah air ini (Palestina) adalah milik orang-orang Yahudi saja, dan bukan milik segelintir orang (Palestina) yang datang ke sana secara kebetulan dan tanpa sejarah secara nasional bagi mereka. Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh bangsa tersebut untuk menduduki tanah air mereka, dan kemudian melindunginya dari rencana jahat musuh, hanyalah perang belaka, sementara penduduk lokal adalah pelaku kriminal yang membenarkan tentang dosa dan kejahatan, betapapun mengerikannya hal itu.
Klaim orang-orang Yahudi bahwa mereka mempunyai hak historis atas tempat tersebut adalah klaim yang tidak dibenarkan oleh sejarah, begitu juga ketergantungan para sejarawan mereka pada Perjanjian Lama untuk mencoba mengadaptasi teks-teks tersebut demi perluasan sejarah di Palestina. Peneliti Alkitab menemukan bahwa istilah “Tanah Perjanjian” tidak di sebutkan dalam Kitab Suci, dan tanah itu disebut Kan’an, disebutkan enam puluh enam kali, termasuk lima puluh satu kali di antaranya ada dalam lima buku yang disebut Kitab Syariah, sedangkan nama Tanah Israel hanya disebutkan dua puluh sembilan kali dimulai dari Kitab Yehezkiel, dan nama tersebut tidak ada Pada lima kitab yang memuat sejarah para nabi sampai kematian Nabi Musa As, adapun nama Palestina Disebutkan dua ratus empat puluh delapan kali.
Sejarawan terkenal Herodotos (sejarawan Yunani di abad ke-5 M) menganggap atau menggolongkan Palestina adalah bagian dari negari Syam, dan penting untuk dicatat bahwa dia menyebut Negara ini sebagai bagian dari negeri Syam sebelum muncul kontroversi mengenai Palestina, bahkan jauh sebelum ada isu Palestina.
Pidato Dubes Israil di DK PBB yang diwarnai aksi walk out Menlu Indonesia
Namun sejarah telah membuktikan bahwa mereka datang belakangan bukan lebih awal, di mana nenek moyang mereka tidak menetap di sana, mereka tidak memasukinya kecuali karena rasa takut, kerajaan mereka tidak berdiri kecuali pada masa kenabian Nabi Daud dan Nabi Sulaiman As saja, dan bahwa Allah menetapkan atas mereka perpindahan setelah Nabi Daud dan Nabi Sulaiman alaihima as-salam, lalu dari mana mereka mengacu pada sejarah?
Hubungan kaum Yahudi dengan Palestina terputus sejak mereka diusir oleh Hadrian, Kaisar Romawi pada tahun 135 M. Kaum Yahudi terus menyebar ke luar Palestina selama lebih dari delapan belas abad, dan tidak mungkin diklaim kedaulatan atas wilayah yang tidak dapat mereka kuasai selama berabad-abad.
Oleh karena itu, orang-orang Yahudi telah kehilangan hak apa pun atas Palestina sebagai akibat dari pengabaian dan keberadaan perolehan hak atas kewarganegaraan lain yaitu nasionalisme Arab, sedangkan hak orang Arab di Palestina didasarkan pada hak penaklukan, konsesi, dan kerja keras. Adapun hak penaklukan diperoleh pada saat orang Arab memasuki Palestina sebagai penakluk dan mengalahkan bangsa Romawi pada abad ketujuh Masehi, dan peperangan pada masa-masa tersebut merupakan sarana untuk memisahkan mereka dalam Perselisihan dan cara yang sah untuk mendapatkan kepemilikan atas wilayah yang diserbu. Adapun konsesinya, dilakukan sesuai dengan perjanjian damai yang disepakati antara Umar bin Al-Khattab Ra dan Patriark di Yerusalem, Adapun undang-undang pembatasan yang diperoleh, diwakili oleh pemukiman Arab di Palestina selama tiga belas abad di mana identitas Arab Yerusalem diperkuat. Otoritas politik Arab dan Muslim dikukuhkan dengan pelaksanaan otoritas yang terus menerus selama 100 abad ini.
Dengan demikian terbantahkanlah klaim historis Yahudi yang mengaku mempunyai kekuasan atas Yerusalem dan Palestina.
Referensi: Kebijakan Kolonial dan Zionis terhadap Palestina (Duktur Hasan Shobri Al-khawli), Majalah Al-Azhar As-syarif.
(*)