……،
وبِهذا تعلمُ أنّ صيامَ كثيرٍ مِن الناسِ لا يُعَدُّ صيامًا حقِيقيًّا فِي نظرِ الشرعِ الشريفِ، لِأنَّ الواحدَ منهم يَترُكُ شَهوَتَي البطنِ والفرجِ، ولكِنّه يرسلُ نظرَه فِي المَحارمِ، ويَفتِكُ فِي أعراضِ الناسِ بِلسانِه الصارمِ، ورُبّما بَطَشَ بِيدَيهِ ورِجلَيهِ، وأتی بِالغِيبَةِ والنَّميمة ولم يُراقبِ اللهَ تعالی، فهذا حظُّه من صيامه الجوعُ والعطَشُ، ويكونُ صيامُه الذي يرجو بِه الثوابَ مِن أعظمِ المَعاصي التي تحتاجُ إلی الإستغفارِ، فإنّ اللهَ غنِيٌّ عن تعذيبِ هذا نفسِه، ولا حاجةَ له سبحانه فِي تركِ طعامِه وشرابِه، مع ارتِكابِه لِمعاصيهِ ومخالفاتِهِ
فإنّ النبيَّ قال لِلمُسيئِ صلاته: إرجَع فصلِّ فإنك لم تُصَلِّ، فلم يُسمّها صلاةً، وإن كانت صورتُها الظاهريّةُ تقتضِي ذلك، لِأنه لم يُحسِنِ القيامَ بها، ولم يترتّب عليها أثارُها، فصارَ وجودُها كعدمِها بل ربما ترتب علی وجودها ذنبٌ عظيمٌ، لإستِهانتِه بِربِّ العالمين. فلِذا أمرَه بِإعادتِها
فنقولُ لِهذا الصائِم، إنك لم تصُم، فيكفيهِ خَيبةٌ ونَدامةٌ أنه خسّر عبادةَ ربّه، وعذَّبَ نفسَه ولم يُقم بِواجبٍ. فعسی ان يتوبَ ويقلعَ إن كان مِمّن يعقِلون، ويرحمُ اللهُ القائلَ
إذا لم يكُنْ في السمعِ مِنّي تصاونٌ
وفي بصرِي غَضٌّ وفي منطقي صَمتُ
فحظّي إذًا مِن صومي الجوعُ والظّما
وإن قلتُ: إنّي صُمتُ يومي، فما صُمتُ
ُوقال أخر
لا تجعلَنْ رمضانَ شهرَ فُكاهةٍ
حتّی تُقَضَّی بِالجميلِ فُنونُه
واعلم بِأنَّك لن تفوزَ بِأجرهِ
حتّی تكونَ تصومُه وتصونُه
……, Dengan ini kalian bisa melihat, bahwa puasanya kebanyakan orang pada hakikatnya tidak dianggap puasa dalam pandangan syariat, mengingat sebagian dari mereka hanya meninggalkan syahwat perut (tidak makan) dan syahwat farji (jima’) sementara di sisi lain membiarkan pandangannya terhadap hal yang diharamkan, mengusik kehormatan orang dengan ketajaman lisannya, berulah dengan kedua tangan dan kakinya, membicarakan kejelekan orang, mengadu domba, tidak muraqabah kepada Allah (tidak merasa diawasi oleh-Nya), sehingga bagian puasanya tinggal lapar dan haus. Ibadah puasa yang seharusnya diganjar pahala berujung maksiat yang menuntutnya harus ber-istighfar pada Allah, sementara Ia maha kaya dari menyiksa demikian dan Ia tidak peduli pada usahanya meninggalkan makan dan minum (puasa) karena perbutan maksiatnya.
Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw bersabda kepada orang yang lalai dalam shalatnya, “ulangi dan shalatlah kembali sesunggunya engkau tidak shalat,” meskipun secara dhahir tampak gerakan shalatnya, akan tetapi orang tersebut tidak meperbaiki hak-haknya dalam melaksanakannya, tidak ada bekas yang mengiringi, shalatnya seperti tidak shalat, bahkan mendatangkan dosa besar karena tiada penghormatannya pada Allah. Karena alasan di atas, Nabi memerintahkan orang tersebut untuk mengulangi shalatnya.
Kami (Sayyid Alawi Abbas Al Maliki) berkata kepada orang yang berpuasa juga karena lalai, “engkau sebenarnya tidak berpuasa,” yang ada kekecewaan dan penyesalan, merugikan pekerjaan ibadahnya, menyiksa dirinya dan tidak melaksanakan kewajiban puasa, seharusnya segera bertaubat bila termasuk orang-orang yang berpikir. Semoga Allah mengasihi seorang yang berkata dalam syairnya:
Jika dalam pendengaranku tidak ada penjagaan,
Pandangan dan ucapanku tidak ada pengendalian.
Bagian puasaku hanyalah lapar dan dahaga,
Meski aku berkata “berpuasa” sebenarnya tidak berpuasa.
Penyair lainnya berkata:
Jangan jadikan ramadhan bulan canda tawa,
Paripurnai macam obrolan dengan indah.
Engkau tidak akan mendapatkan pahalanya,
Sampai kau berpuasa dan menjaganya.
مراجع:فتح القريب المجيب علی تهذيب الترغيب والترهيب، للسيد علوي عباس المالكي، ١٤٤ ١٤٥
SEGENAP KELUARGA BESAR
PP NURUL MUTTAQIN SUMBER SARI
MENGUCAPKAN