Lailatul Qadar, Malam Yang Dirahasiakan
ويُستحبُّ طلبُ ليلةِ القدر، لأنّها ليلةٌ مباركةٌ معظمةٌ مفضلةٌ، ترجی إجابةُ الدعاءِ فيها، وهي أفضلُ اللَّيالي حتی ليلةَ الجمُعةِ، قالَ تعالی: لَيلَةُ القَدرِ خيرٌ مِن أَلفِ شَهرٍ… القدر: ٣ أي قِيامُها والعملُ فيها خيرٌ من العملِ في ألفِ شهرٍ خاليةٍ منها، وقالَ صلّی اللهُ عليه وسلّم: مَن قامَ ليلةَ القَدرِ إيمَانًا واحتِسَابًا غُفِرَ له مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنبِهِ، وعن عَائشةَ: أنَّ النَّبيَّ كَانَ إذا دَخَلَ العَشرُ الأواخرِ أَحيَا الليلَ، وَأَيقَظَ أَهلَهُ وَشَذَّ المِئزَرَ، أي اعتَزَلَ النِّساءَ، ولأحمدَ ومسلمٍ: كَانَ يَجتهِدُ في العَشرِ الأواخرِ ما لا يَجتهِدُ في غيرِها
وهي مُختَصّةٌ بالعَشرِ الأواخرِ في لَيالِي الوترِ من رمضانَ، لقولِه: إلتَمِسوهَا في العَشرِ الأواخرِ من شهرِ رمضانَ في كلِّ وترٍ
وأرجحُ الأقوالِ عند العلماءِ أنّها في ليلةِ السابعِ والعشرينَ من رمضانَ قالَ أُبيُّ ابنِ كعبٍ: واللهِ لقد عَلِمَ ابنُ مسعودٍ أنّها في رمضانَ، وأنّها فِي ليلةِ سبعٍ وعشرينَ، وَلٰكِن كَرِهَ أَن يُخبِرَكُم فَتَتَّكِلُوا، وعن معاويةَ: أنّ النَّبيَّ قالَ في ليلةِ القدرِ ليلةَ سبعٍ وعشرينَ، ويُرجّحُهُ قولُ إبنِ عباس: سورةُ القدرِ ثلاثون كَلِمةً، السابعةُ والعِشرونَ فِيها هِيَ، وروَی أحمدُ بإسنادٍ صحيحٍ عنِ ابنِ عمرَ حديثًا نصه: مَن كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَليَتَحَرَّهَا لَيلَةَ سَبعٍ وَعِشرينَ، أو قال: تَحَرَّوهَا لَيلةَ سَبعٍ وعِشرينَ
Lailatul Qadar: Disunahkan memburu malam lailatul qadar sebab ia merupakan malam yang mulia, malam yang diberkti, diagungkan dan diutamakan yang diharapkan terkabulnya do’a di dalamnya. Ia merupakan paling utamanya malam bahkan dibandingkan malam Jum’at sekalipun.
Allah Swt berfirman, “Malam lailatul qadar lebih baik dari seribu bulan.” QS. Al Qadr: 3, yakni shalat malam dan beribadah di dalamnya lebih baik dari seribu bulan yang tidak ada lailatul qadarnya.
Nabi Saw bersabda, “Barang siapa yang shalat malam di malam lailatul qadar dengan beriman dan mengharapkan pahala, maka ia akan diampuni segala dosa yang telah lampau.” Dari Sayyidah Aisyah, “Bahwa Nabi Saw ketika masuk sepuluh malam terikhir, ia menghidupkan malam, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan sarungnya,” yakni menjauhi istrinya. Dalam riwayat Imam Ahmad dan Muslim, “Nabi bersungguh-sungguh di sepuluh hari terakhir, melebihi kesungguhan di hari-hari lainnya.”
Malam lailatul qadar berada (dikhususkan) pada sepuluh hari terakhir di hari-hari ganjil bulan Ramadhan. Nabi bersabda, “Carilah malam lailatul qadar di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, di setiap malam ganjil (21, 23, 25, 27, 29).”
Adapun paling unggulnya pendapat ulama bahwa malam lailatul qadar berada di malam 27 di bulan Ramadhan. Berkata Ubay Bin Ka’ab, “Demi Allah, sungguh Ibnu Mas’ud tahu bahwa malam lailatul qadar berada di bulan Ramadhan, dan ia berada di malam 27, akan tetapi ia enggan memberitahukan kalian yang dikhawatirkan kalian bergantung (pada malam tersebut).”
Dari Sayyidina Mu’awiyah, “Bahwa Nabi Saw berkata tentang lailatul qadar, yaitu malam 27.”
Hal tersebut dikuatkan oleh perkataan Ibnu Abbas, “Surah lailatul qadar ada tiga puluh kata, dua puluh tujuhnya adalah malam lailatul qadar.”
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Umar sebuah hadist berikut, “Barang siapa mencari lailatul qadar maka carilah di malam 27.” Atau sabdanya, “Carilah malam lailatul qadar di malam dua puluh tujuh.”
(*)
Al Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, Wahbah Azzuhaili, Juz 2, 504-505.
Foto: Masjid Tiban Turen, Malang, Jawa Timur